Profil Desa

Profil Desa Jambangan

Desa Jambangan memiliki luas 6,11 KM persegi atau 12,38 persen dari luas wilayah di Kecamatan Mondokan, Sragen. Jarak Desa menuju Kota Kecamatan Mondokan sekitar 3 KM sedangkan jarak ke Kota Kabupaten Sragen mencapai 20 KM. Desa ini memiliki 28 rukun tetangga (RT) yang menyebar di 19 dukuh. Belasan dukuh itu berada di luma dusun atau kebayanan. yakni Kebayanan Tirip, Jetis, Watugong, Kuniran, dan Jatigrombol.

Secara demografi, jumlah penduduk di Desa Jambangan sebanyak 4.041 jiwa berdasarkan data penduduk 2021 di Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Sragen. Jumlah penduduk tersebut terdiri atas 2.0321 jiwa laki-laki dan 2.010 jiwa perempuan. Penduduk di Jambangan hanya 9,95% dari jumlah penduduk di Kecamatan Mondokan sebanyak 40.601 jiwa. Kepadatan penduduknya 661,37 jiwa per KM persegi dengan rasio jenis kelamin 101,04.

Visi dan Misi Desa Jambangan

Gotong royong untuk mewujudkan Desa Jambangan yang sejahtera, menuju ekonomi kerakyatan melalui peningkatan infrastruktur, tata kelola ekonomi, penataan birokrasi yang transparan , pendayagunaan sumberdaya Desa secara maksimal sehingga terwujud masyarakat yang sejahtera, adil , makmur dan berakhlak mulia.

  1. Mewujudkan pemerintahan yang transparan, tanggap keadaan dan cepat mengambil keputusan.
  2. Mengedepankan musyawarah mufakat baik dalam lingkungan pemerintahan maupun dalam masyarakat.
  3. Meningkatkan Profesionalitas dan kemampuan perangkat.
  4. Melestarikan budaya dan mengelola kepemudaan secara maksimal sehingga tercapai pemuda mandiri yang berdedikasi meningkatkan kesejahteraan daerahnya.
  5. Mewujudkan infrastruktur yang memadai.

Sejarah Desa

Desa Jambangan memiliki 19 dukuh yang tiap dukuhnya menyimpan cerita sejarahnya masing-masing. Asal usul nama dukuh yang ada di Jambangan ialah sebagai berikut:

Arti: pohon ploso & ramai
Kategori: tanaman

Nama Plosorejo terhitung merupakan nama baru dari sebuah dukuh di wilayah Desa Jambangan. Berdasarkan cerita tutur yang warga setempat, awalnya nama dukuh tersebut Dukuh Ngandongsari. Sejak menggunakan nama Ngandongsari itu ada fakta bahwa banyak warga yang bunuh diri. Akhirnya pada 1982-1983, Kepala Desa Jambangan yang kala itu seorang perempuan mengganti nama Dukuh Ngandongsari menjadi Dukuh Plosorejo. Nama 'ploso' atau 'plasa' merupakan jenis pohon sedangkan nama 'rejo' berarti ramai atau tentram. Jadi Plosorejo dimaknai sebagai cita-cita supaya dukuh itu banyak pohon plasa dan menjadi dukuh yang ramah dan tentram.

Arti: mati dan urip
Kategori: peristiwa

Dukuh Tirip memiliki kesamaan nama di berapa wilayah di bawah kekuasaan Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Berdasarkan kamus Wojowasito, 1977, kata Tirip berarti pegawai pajak. Kemungkinan dukuh ini merupakan tempat pegawai pajak. Namun, berdasarkan cerita tutur warga setempat, Tirip itu sebuah semboyan perjuangan atau akronim dari mati urip (tirip). Semboyan ini erat hubungannya dengan perjuangan sosok Raden Ayu Mursiyah, salah satu putri dari Serang. Kelak, Raden Ayu Mursiyah ini lebih dikenal dengan sebutan Nyi Ageng Serang. Dalam pelarian pada zaman penjajahan, Nyi Ageng Serang ini dalam keadaan mengandung. Dia memiliki selendang yang sakti karena selendangnya bisa menangkis peluru tembakan penjajah Belanda. Sampailah di sebuah daerah dan melahirkan. Anaknya meninggal tetapi saat dimandikan hidup lagi. Daerah itu kemudian diberi nama Dukuh Tirip, yakni kisah bayi yang mati dan dimandikan hidup lagi.

Arti: tempat sumber air
Kategori: tempat

Dukuh Sumberan disebut-sebut dalam Babadan Giyanti. Di babad tersebut hanya menyebut Dhusun Sumberan di Sukowati tetapi tidak menyebut lokasi yang tepat. Di sisi lain, nama Sumberan di Sukowati tidak hanya satu tetapi cukup banyak.

"Sigra budhal wau sri bupati | sangking ing Sumambung saha bala | lampahira ngalèr ngilèn | anèng marga sadalu | ya ta wau enjinge prapti | dhusun ing Sokawatya | Sumberan ranipun | masanggrahan saha bala | ngarêm-ngarêm sagunging para prajurit | gêladhi ngara-ara."

Dari cerita lisan yang ada di Desa Jambangan, Sumberan itu sebelumnya merupakan bagian dari Dukuh Brekel. Kemungkinan terjadi pemekaran penduduk sehingga muncul dukuh lain yang kemudian diberi nama Sumberan. Nama Sumberan berarti banyak sumber air yang berakhir kehidupan. Ketika nama Sumberan dipakai menjadi nama dukuh maka di dukuh tersebut kemungkinan banyak ditemukan sumber air.

Arti: nakal / ngeyel
Kategori: watak

Nama Brengkel atau Brengkele memiliki sinonim dengan nama Bringkil yang artinya ngengkel, senang madoni, melek darbeking liyan. Penduduk di dukuh ini sedikit dan hanya beberapa keluarga. Lokasinya berdekatan dengan Dukuh Sumberan yang banyak penduduknya. Dari cerita tutur di Brengkel, banyak warganya yang transmigrasi ke luar Jawa.

Arti: pohon sambi & anak perempuan
Kategori: tanaman

Nama Sambidenok berasal dari dua kata, yakni sambi yang berarti nama pohon kesambi dan kata denok yang berarti anak perempuan. Artinya, dua kata itu kalau digabung memiliki arti seorang anak perempuan di bawah pohon sambi. Di dukuh tersebut terdapat sebuah sendang yang diberi nama Sendang Mloko yang menjadi tempat untuk sedekah dusun atau dukuh. Tidak ada cerita tutur di dukuh tersebut yang diwariskan dari generasi ke generasi.

Arti: siung
Kategori: pusaka

Nama 'Jetis' atau 'Jethis' bermakna siyung. Pemaknaan itu didasarkan pada kamus yang ditulis Padmasusastra pada 1897 dan 1903, Winter pada 1875, dan muncul dalam Dasanama, 1932. Nama Jethis menjadi nama dukuh tidak hanya ditemukan di wilayah Sragen tetapi juga ditemukan di wilayah lain, seperti wilayah Karanganyar dan Sukoharjo.

Arti: cekungan
Kategori: tempat

Nama Jambangan dari cerita tutur warga setempat asal mulanya berupa sawah jembangan. Hingga kini, warga masih menggunakan lokasi itu sebagai punden untuk upacara adat sedekah bumi. Di sana ada Sendang Jambangan yang konon diduga tempatnya Natakusuma.

Nama Jambangan sebagai dhusun (dusun) di Sragen disebutkan dalam naskah kuno koleksi Warsadiningrat. Dalam keterangan di naskah kuno itu disebutkan nama Kepala Dhusun Jambangan, Sragen, bernama Kaki Buyut Ki Surawijaya. Tokoh itu dekat dengan Kaki Ki Resadikrama, seorang abdi dalam jajar pasinden bedaya.

Nama Jambangan juga ditemukan dalam Serat Panji Angreni yang disusun dengan sengkalan Guna Paksa Kaswareg Rat (1723). Dalam kisah Panji tersebut nama Jambangan menjadi nama gunung. Seorang pendita Atasangin yang bertapa di Arga Jambangan. Lokasi arga atau gunung itu tidak disebutkan secara pasti.

Arti: gamelan batu
Kategori: tempat

Nama Watugong berasal dari dua kata, yakni 'watu' atau batu dan 'gong' atau bagian dari perangkat gamelan yang paling besar dan menimbulkan suara bass kalau ditabuh. Watugong artinya gong atau gamelan gong yang terbuat dari batu. Berdasarkan cerita tutur warga setempat, konon di Dukuh Watugong itu terdapat petilasan Sunan Kalijaga. Di tempat itu ada sendang yang airnya tak pernah mengering meskupun saat musim kemarau. Sendang itu memiliki weton Rabu Pon. Di lokasi itu diduga sebagai tempat penyebara Islam tertua di Mondokan. Warga setempat pernah melihat batu yang dimaksud di selatan Masjid Watugong. Sekarang kemungkinan sudah tertimbun tanah. Di sendang masih ada batu yang diyakini warga sebagai watugong yang dimaksud.

Arti: pohon sempu
Kategori: pohon

Dukuh yang bernama Sempurejo ini merupakan paduan dari dua kata, yakni 'sempu' dan 'rejo'. Nama sempu bermakna sebuah nama pohon. Dalam literasi kuno, nama sempu sebagai nama pohon muncul dalam Serat Kancil Kridhamartana, karangan Raden Panji Natarata. Kemudian kata rejo berarti ramai, tentram, atau banyak penduduknya. Artinya, nama Sempurejo merupakan nama dukuh yang diambil dari nama pohon sempu dengan harapan menjadi dukuh yang ramai, tentram, dan ditinggali banyak orang.

Di Sempurejo ini terdapat empat sumur, yakni Sumur Bantengrejo yang digunakan sebagai minuman banteng; Sumur Ringinrejo di RT 028; Sumur Ngelo di RT 014; dan Sumur Ngatrejo aatau Eyang Ngatrejo di RT 013. Semua sumur itu memiliki hari weton yang sama, Rabu Pon, dan berada di lahan bengkok perangkat desa. Sumur-sumur itu masih digunakan warga dalam tradisi saat hajatan mantu.

Arti: rasa semeleh
Kategori: watak / sifat

Nama cengklik artinya semeleh atau sumeleh. Artinya, sumeleh mengandung arti tidak banyak pikiran, tenang. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, semeleh bermaka penuh penyerahan (pasrah). Kemungkinan orang yang menamakan dukuh ini merupakan orang yang semeleh, yang artinya seorang wali atau orang saleh. Di lokasi itu terdapat sumur kawak. Warga setempat tidak mengetahui siapa yang membuat sumur yang belakangan dinamakan Sumur Cegklik.

Arti: pohon jati
Kategori: pohon

Nama Jatitampar berasal dari dua suku kata, yakni jati yang berarti nama pohon dan tampar. Makna kata tampar dalam Bausastra Jawa, karangan Poerwodariminta, 1939, berarti tali yang dibuat dari pelintiran serat nanas, sepet, dan seterusnya. Kalau dipadukan dua kata itu seolah tidak saling berkaitan. Dalam Serat Kawi Dasanama yang menjelaskan perpaduan dua nama yang ada di jagat. Dalam serat itu tidak ditemukan nama jati disandingkan dengan kata tampar. Dasanama itu hanya menyebut sembilan nama jati yang disandingkan dengan nama lainnya, yakni jati sungu, jati lengis, jati kapur, jati saba, jati sari, jati krasak, jati krosok, jati gopok, dan jati lenga. Berdasarkan cerita lisan, konon di dukuh tersebut terdapat pohon jati berukuran besar yang saling berlilitan seperti tali atau tampat maka di lokasi disebut jatitampar. Di tempat itu juga terdapat sumur kawak yang kemudian dikenal dengan nama Sumur Jatitampar.

Arti: pohon mojo
Kategori: buah

Nama Mojorejo berasal dari suku kata mojo dan rejo. Kata mojo atau maja memiliki kesamaan makna dengan kata wilamaosmajasta (maja alasan), wilaja. Nama maja juga dipakai sebagai nama kerajaan, yakni Kerajaan Majapahit atau majapait yang juga memiliki kesamaan dengan wilatiktamajalangumajalungga, dan maospait. Kemudian kata rejo atau reja yang bermakna ramai, tentram, dan banyak penduduknya. Jadi, Mojorejo atau Majareja mengandung makna dukuh yang diambil dana nama pohon maja dengan harapan menjadi dukuh yang ramai, tentram, dan banyak ditinggal orang. Mojorejo itu perluasan Jatirejo. Di dukuh ini memiliki punden dan memiliki sendang dengan usia yang tua.

Arti: buah pohon jati
Kategori: buah

Jangglengan itu berasal dari kata dasar janggleng yang mendapat akhiran -an. Janggleng dalam Pakem tarugana karangan Prawirasudira, 1913, dimaknai dengan bunga atau kembang atau buah (woh) pohon jati. Jadi Jangglengan itu tempat yang banyak kembang atau buah jati. Pasti di tempat itu otomatis ada pohon jatinya. Jangglengan ini dimungkinkan masih berhubungan dengan Dukuh Jatirejo. Jangglengan marupakan dukuh baru pada tahun 1920-an yang dulunya tempat untuk menanam bibit jati dari woh atau buah jati. Jangglêng punika sêkar utawi wohipun jati.

Arti: dari juwangi
Kategori: pendatang

Munculnya Dukuh Juwangi merupakan pemekaran dari Dukuh Kuniran. Nama Juwangi itu diambil dari nama Juwangi yang ada di wilayah Kabupaten Boyolali. Dari cerita warga setempat, nama Dukuh Juwangi itu dihuni oleh warga yang berasal dari Dukuh Telawah, Kecamatan Juwangi, Boyolali, dan menetap di lokasi itu secara turun-temurun. Dukuh Juwangi ini kemudian pecah menjadi dua, yakni Dukuh Juwangi dan Dukuh Ngelorejo karena ada pohon loa dan sumur ngelo di dukuh itu. Namun, nama Ngelorejo tidak muncul sebagai nama dukuh pada saat ini.

Arti: tanaman kunir
Kategori: tanaman

Dukuh Kuniran merupakan kebayanan karena dari Kuniran kemudian lahir dukuh-dukuh, seperti Dukuh Mojorejo, Jangglengan, Juwangi, dan Jatirejo. Nama kuniran diambil dari nama jenis pala kependem kunyit atau kunir. Lokasi yang menjadi kebun kunir disebut sebagai kuniran. Dukuh kuniran merupakan dukuh lawas dan ada sumur kawaknya di lokasi itu. Dukuh Kuniran ini berdampingan dengan Ngandongsari yang dulunya ada sebuah sendang Ngandong. Sendang ini dulunya digunakan untuk kebutuhan air bersih dari warga di Dukuh Kuniran dan Plosorejo. Kualitas air sendang ini cukup basa karena pH di atas 7.

Arti: pohon jati
Kategori: pohon

Dukuh Jatirejo berasal dari dua kata, yakni Jati yang berarti pohon jati dan rejo yang berarti ramai, tentram, dan ditinggali banyak orang. Artinya, Jatirejo merupakan dukuh yang ditumbuhi banyak pohon jati dan diharapkan menjadi permukiman penduduk yang ramai atau rejo. Dukuh ini merupakan pemekaran dari Dukuh Jangglengan.

Arti: pohon jati ngrombol
Kategori: pohon

Nama Dukuh Jatigrombol masih ada kaitannya dengan dukuh yang menggunakan nama pohon jati sebelumnya, seperti Jatirejo, Jatitampar, dan seterusnya. Jatigrombol ini merupakan tempat bergerombolnya pohon jati. Di wilayah dukuh ini terdapat sumur dan punden petilasan Dadung Awuk yang dikenang sebagai tokoh pendamping Jaka Tingkir. Dadung Awuk ini diceritakan dulu para bocah angon sering bermain di sumur Dadung Awuk itu saat ada sedekah bumi. Di dekat sumur Dadung Awuk terdapat sumur kembar yang sampai sekarang masih digunakan untuk sedekah bumi. Di dekat itu juga masih ditemukan alas angker karena tidak ada orang yang berani masuk alas itu. Alas itu dikenal dengan sebutan pondok, yakni tempatnya para jin.

Arti: tegalan yang ramai
Kategori: tempat

Dukuh Tegalrejo merupakan pecahan dari Dukuh Jatigrombol. Nama Tegalrejo berasal dari sebuah tegalan yang luas yang menjadi tempat bocah angon menggembala kerbau. Di wilayah dukuh ini juga ada sumur kawaknya dan sampai sekarang masih digunakan untuk sedekah bumi.

Arti: tempat luas
Kategori: tempat

Dukuh ini juga merupakan pecahan dari Dukuh Jatigrombol. Oro-oro Ombo juga merupakan tanah lapang atau oro-oro yang luas (ombo). Di sebelah selatan dan utaranya terdapat sumur kawak. Lokasi sumur kawak itu pernah digunakan sadranan pada tahun 1980-an.

Scroll to Top